Marga Tirta Kencana

Mengenal Sistem KPR Syariah yang Dianggap Menguntungkan Nasabah

Mengenal Sistem KPR Syariah yang Dianggap Menguntungkan Nasabah

Selain sandang dan pangan, papan atau kebutuhan manusia akan rumah sangatlah penting. Bukan sekadar tempat istirahat, rumah juga member banyak manfaat, salah satunya adalah membangun keluarga yang sehat. Kendati demikian, harga rumah seiring waktu, semakin melambung tinggi. Banyak orang yang tidak mampu membeli rumah secara tunai.
Bergerak atas peluang tersebut, banyak lembaga keuangan dan perbankan yang menawarkan produk konsumtif berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Berbagai daya tarik ditawarkan, seperti keringanan biaya administrasi, rendahnya suku bunga dan cicilan, hingga proses pengajuan yang sangat mudah. Meski begitu, masih banyak yang ragu akan segala kemudahan tersebut,terkhusus perihal suku bunga yang fluktuatif.
Buah dari kekhawatiran akan suku bunga yang fluktuatif, banyak berdiri lembaga keuangan berbasis syariah. Pada dasarnya, lembaga keuangan syariah beroperasi pada tiga bidang, yakni penyaluran dana, penghimpunan dana, dan jasa perbankan. Selain itu, produk lembaga keuangan syariah yang kini digandrungi oleh banyak orang adalah KPR berbasis islam, atau KPR syariah.
KPR syariah dianggap menjawab kekhawatiran konsumen atas suku bunga bank konvensional yang bisa berubah setiap saat. Dalam pandangan islam, KPR yang ditawarkan oleh bank konvensional mengandung riba. Karena, pihak bank menarif bunga yang cukup besar kepada nasabahnya. Bahkan, dengan bunga yang demikian besar, harga rumah bisa menjadi tiga kali lipat dari harga semestinya. Hal ini dianggap haram dalam kacamata islam.
Berbeda dengan KPR syariah yang mengadopsi konsep KPR dengan akad murabahah. Akad tersebut memungkinkan pihak bank menjual rumah kepada nasabah dengan harga beli yang ditambah margin keutungan yang disepakati oleh pihak bank dan nasabah KPR syariah.
Pada praktik KPR bank konvensional, riba ditemui ketika nasabah meminjam uang kepada bank untuk membeli rumah. Sedangkan pada KPR syariah, tidak ada praktik peminjaman uang. Yang ada adalah pihak bank KPR syariah menjual rumah tersebut kepada nasabah dengan sudah memperhitungkan margin profit terlebih dahulu.
Dalam menghitung dan menentukan margin profit, KPR syariah memerhatikan beberapa variabel. Di antaranya adalah biaya tenaga kerja dan operasional, biaya bagi hasil untuk nasabah, deviden, dan lainnya.
Sebagai contoh perhitungan di KPR syariah, harga beli sebuah rumah sebesar Rp100 juta. Dalam jangka waktu 5 tahun, bank syariah, misalkan mengambil untung sebesar Rp50 juta. Sehingga total harga jual rumah kepada nasabah sebesar Rp150 juta. Dengan begitu, nasabah diharuskan membayar angsuran sebesar Rp150 juta dibagi 60 bulan, yakni sebesar Rp2,5 juta perbulannya.
Konsep pembiayaan KPR syariah menekankan bahwa bank tidak dapat menentukan keuntungan bunga deposito di muka, seperti yang dilakukan oleh bank konvensional. Sebagaimana pembiayaan produk-produk perbankan, dalam KPR syariah juga terdapat akad tertulis yang merupakan perjanjian kesepakatan mengenai produk pembiayaan yang diinginkan, jumlah nominal, persyaratan peminjaman, dan tenggat waktu pembayaran.

Share This :